Kopi telah menjadi identitas penting Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh. Wilayah Bener Meriah dan Aceh Tengah selama ini dikenal sebagai pusat penghasil kopi arabika berkualitas yang terkenal hingga mancanegara. Sementara itu, Kabupaten Gayo Lues sebelumnya lebih mengandalkan kopi robusta dalam jumlah yang terbatas. Namun, dalam satu dekade terakhir, wajah pertanian Gayo Lues mulai berubah. Para petani mulai melihat peluang besar dalam budidaya kopi arabika—komoditas bernilai tinggi yang mampu meningkatkan perekonomian keluarga. Salah satu titik awal perubahan itu bermula dari sebuah kampung bernama Akang Siwah, Kecamatan Blang Pegayon.
Perjalanan kopi arabika di Akang Siwah tidak lepas dari sosok Hidayat, seorang petani asal Bener Meriah. Tahun 2009 menjadi awal perubahan besar ketika ia pindah ke Gayo Lues untuk mendampingi istrinya yang bertugas sebagai ASN di wilayah tersebut. Meski berpindah tempat dan harus memulai hidup dari awal, keinginan Hidayat untuk tetap bertani tidak pernah surut. Baginya, bertani adalah lebih dari sekadar pekerjaan—itu adalah cara menikmati hidup, mendekat pada alam, dan menciptakan kebahagiaan sederhana. Saat pertama kali tiba di Gayo Lues, ia tidak memiliki lahan sama sekali. Hidayat memulai dengan menggarap lahan milik warga secara menumpang untuk menanam tanaman semusim. Dengan kerja keras dan kesabaran, ia akhirnya berhasil membeli lahan tersebut satu tahun kemudian.
Langkah Berani: Menanam Kopi Arabika Pertama Kali di Akang Siwah
Pada akhir tahun 2012, Hidayat membuat keputusan berani yang akan mengubah masa depan pertanian Akang Siwah. Ia menanam kopi arabika varietas Gayo 1 dan Gayo 2 di lahan baru miliknya. Bibit-bibit tersebut khusus ia bawa dari Kenawat Redelung, Bener Meriah—daerah yang sudah terkenal dengan kopi arabikanya. Dengan pola tanam 2,5 meter, ia memulai fase baru di dunia pertaniannya. Namun keputusan ini tidak serta-merta diterima oleh masyarakat sekitar. Banyak yang pesimis, bahkan menganggap kopi arabika tidak akan mampu tumbuh di wilayah tersebut karena sebelumnya tidak ada satu pun petani yang menanamnya.
Tetapi justru di situlah tekad Hidayat diuji. Ia tetap melanjutkan penanaman sebagai proyek mandiri, tanpa bantuan dan tanpa jaminan keberhasilan. Keyakinannya sederhana: jika dataran tinggi Gayo lain cocok untuk arabika, maka Akang Siwah pun memiliki potensi yang sama.
Dua Tahun Kemudian: Hasil yang Mengubah Segalanya
Setelah dua tahun perawatan intensif, tanaman kopi arabika pertama itu mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pohon-pohon kopi tumbuh subur, berbuah lebat, dan membuktikan bahwa Akang Siwah memiliki kondisi alam yang ideal untuk arabika.
Keberhasilan ini menjadi titik balik. Apa yang awalnya dianggap nekat, kini menjadi bukti nyata bahwa kopi arabika mampu hidup dan berkembang di Gayo Lues. Tak lama kemudian, Hidayat menyerahkan pengelolaan kebunnya kepada adiknya dan ia sendiri kembali ke Bener Meriah. Namun warisan yang ia tinggalkan tetap hidup. Berita keberhasilan Hidayat menyebar dengan cepat di kalangan petani. Banyak yang awalnya ragu kini terinspirasi untuk ikut menanam kopi arabika. Dari satu kebun kecil yang berani mencoba, lahirlah gelombang baru yang mengubah cara pandang masyarakat tentang potensi pertanian Akang Siwah khususnya kopi arabika
Kopi Arabika Menjadi Budaya dan Harapan Baru di Akang Siwah
Kini, kopi arabika bukan lagi tanaman percobaan. Ia telah menjadi bagian dari identitas baru Akang Siwah. Banyak petani yang mulai mengembangkan lahan baru, memperluas penanaman, bahkan membentuk kelompok tani untuk belajar bersama. Kopi arabika juga membuka peluang ekonomi yang lebih menjanjikan karena harganya yang lebih tinggi dibandingkan robusta. Bagi masyarakat setempat, tanaman ini menjadi sumber harapan baru—bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan anak-anak mereka. Perjalanan kopi arabika di Akang Siwah adalah bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil seorang petani. Dari keberanian untuk mencoba, dari ketekunan merawat, dan dari keyakinan bahwa setiap tanah memiliki kisahnya sendiri.
Sebuah Jejak yang Menginspirasi Generasi Petani Berikutnya
Kebun kopi arabika pertama di Akang Siwah bukan hanya sebidang lahan. Ia adalah simbol inovasi, keberanian, dan kerja keras. Hidayat telah membuka pintu baru bagi masyarakat Akang Siwah dan sekitarnya untuk melihat potensi daerah mereka sendiri. Dari tanah yang dulu dianggap tidak cocok, kini tumbuh kopi yang membawa kesejahteraan. Dari satu orang yang berani mencoba, lahir komunitas petani yang terus mengembangkan kopi arabika sebagai sumber kehidupan. Akang Siwah hari ini berdiri sebagai bukti nyata bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil—dan kopi arabika telah menjadi jejak itu.



Posting Komentar untuk "Kebun Kopi Arabika Pertama di Akang Siwah, Gayo Lues "
Silahkan sampaikan pendapat anda menurut judul artikel